Illustrasi |
NGANJUK - Meningkatnya curah hujan selama beberapa hari terakhir agaknya diikuti dengan meningkatnya jumlah penderita demam berdarah (DB). Setidaknya, kemarin ada 13 pasien anak yang dirawat di RSUD Nganjuk. Satu pasien terpaksa dirawat di lorong karena ruangan yang ada tak mampu menampung.
Kabid Humas RSUD Nganjuk Eko Santoso mengatakan, salah satu pasien memang terpaksa menjalani perawatan di lorong karena ruang Anggrek atau ruang perawatan untuk anak-anak sudah penuh. “Tapi tidak berada di lorong terus. Sore ini (kemarin, Red) sudah ada yang dipulangkan. Jadi, sudah bisa masuk,” kata Eko.
Lebih lanjut Eko mengatakan, kemarin memang ada 13 pasien DB anak-anak. Tetapi, berdasar visite atau pemeriksaan dokter yang dilakukan kemarin siang, beberapa di antaranya sudah diperbolehkan pulang. “Jumlah pasien fluktuatif,” lanjutnya.
Untuk diketahui, dengan adanya belasan pasien anak yang dirawat di rumah sakit plat merah itu, menunjukkan tren kasus yang semakin naik. Sebab, sebelumnya hanya ada beberapa pasien DB yang dirawat di sana.
Meski ada banyak pasien yang dirawat di sana, Eko menyebut jumlah pasien DB tahun ini masih relatif kecil dibanding tahun lalu. Dia mencontohkan untuk Januari 2015 lalu total ada 202 pasien yang dirawat di RSUD Nganjuk.
Baca juga : Kasus kematian ibu dan bayi mendapat sorotan dari kalangan dewan
Adapun untuk Januari lalu, total hanya ada 124 pasien. “Jadi tidak membeludak. Biasa saja. Kalau data yang Februari belum masuk keseluruhan,” terangnya.
Terpisah, Kabid Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P3KL) Saifulloh mengatakan, banyak tidaknya kasus demam berdarah dengue (DBD) itu perlu dicek lebih lanjut. Sebab, selama ini, masyarakat masih sering menyamakan antara DBD dan demam dengue (DD). “Perlu dicek, apakah DBD atau DD,” ujarnya.
Apa bedanya? Menurut Saiful, sebenarnya dua-duanya bisa ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty. Meski demikian, bisa dibilang ‘stadium’ DD masih awal. Yakni, belum ditandai dengan pecahnya pembuluh darah. “Jadi kalau DD lalu sudah ditangani di rumah sakit, bisa sembuh,” ujarnya.
Saiful mengibaratkannya seperti penderita HIV/AIDS. Untuk stadium awal biasanya masih disebut dengan HIV atau human immuno virus. Sementara jika sudah bergejala akan disebut AIDS atau acquired immuno deficiency syndrome. “Kurang lebih seperti HIV/AIDS itu,” lanjutnya.
Berdasar data dinkes, lanjut Saifulloh, pada Januari lalu total ada 43 kasus DBD. Dibanding bulan yang sama tahun lalu, menurut Saifulloh jumlahnya belum terlalu tinggi. Sebab, di Januari 2015 lalu total ada 125 kasus DBD.
Terkait kasus DBD, lanjut Saifulloh, dinkes sudah memiliki program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang digelar tiap Jumat. Program itu menurutnya tak hanya diikuti oleh masyarakat. Melainkan juga pejabat dan pegawai di lingkungan Pemkab Nganjuk. (die/ut)
Sumber : Radar
Sumber : Radar
0 Response to "RSUD Nganjuk, Satu Pasien DBD Dirawat di Lorong"
Post a Comment