Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”. Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak – menggunakan canting atau cap – dan pencelupan kain dengan menggunakan bahan perintang warna corak “malam” (wax) yang diaplikasikan di atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna.
Dalam bahasa Inggris teknik ini dikenal dengan istilah wax-resist dyeing. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna. Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, wol dan tidak bisa diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Kain yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik ini dikenal dengan kain bercorak batik – biasanya dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak (print) – bukan kain batik.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Proses membuat kain batik tulis dibutuhkan waktu selama lima hingga tujuh hari. Namun juga tergantung dari proses pewarnaannya. Semakin banyak warna yang dipakai, tentu juga makin rumit pembuatannya dan lebih lama jadinya. Untuk Batik Anjuk Ladang sendiri dibuat menggunakan cap atau stempel untuk membatik. Karenanya prosesnya juga lebih mudah dan lebih cepat. Saat ini ada dua macam stempel sebagai cap khas Nganjuk. Dari motifnya bisa diketahui kalau di stempel tersebut ada gambar tugu Anjuk Ladang (jayastamba) sebagai ciri khasnya. Namun selain cap khas Nganjuk juga disediakan cap bermotif lainya yang sudah bersifat umum.
Dalam membuat kain batik Anjuk Ladang, proses pengerjaannya dikerjakan oleh kaum laki-laki. Mulai dari pengecapan di atas kain putih dengan stempel. Kemudian dicolet dengan warna tertentu sesuai selera atau pesanan. Kemudian dipopok. Artinya motif yang sudah dicolet diberi malam (lilin) agar warnanya tidak ikut pudar atau ikut terkena warna lain. Dalam proses pemopokan ini, pembatik menggunakan canting untuk memopok bagian dari kain dengan warna tertentu. Setelah dipopok, kain direbus agar malam jadi luntur dankain kelihatan warna aslinya. Setelah itu barulah kain direndam dan dibilas dengan air dingin. Lalu dijemur di luar atau diangin-angin. Tidak terlalu rumit namun perlu ekstra teliti dan hati-hati dalam pembuatannya. Karena kain batik yang sudah terkena cap tidak bisa diulang kembali.
Khusus untuk batik khas Nganjuk, Ibu Ita Taufiqurrahman mengkursuskan 11 orang pemuda ke Pekalongan. Di kota Batik ini, selama delapan hari mereka belajar membatik mulai dari proses awal hingga menjadi kain batik jadi. Agar diharapkan di Nganjuk mempunyai ciri serta pengembangan budaya yang baik. Dan hal yang membanggakan kain batik Anjuk Ladang kini telah dikenal di tingkat nasional setelah mengikuti acara fashion show di Surabaya dan Jakarta beberapa waktu lalu. Karenanya, sebagai warga Nganjuk, kita harus bangga dan ikut melestarikan batik Anjuk Ladang ini.
Apalagi pada tanggal 2 Oktober nanti, UNESCO mengukuhkan BATIK Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia (the world cultural heritage of humanity from Indonesia). Jika Anda merasa sebagai bangsa Indonesia, mari kita pakai baju batik pada tgl 2/10 (Let’s wear Batik on Oct 2nd).
Mari mengenakan batik sebagai wujud pelestarian budaya Indonesia.
sumber : https://batikkhasnganjuk.wordpress.com
Dalam bahasa Inggris teknik ini dikenal dengan istilah wax-resist dyeing. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna. Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, wol dan tidak bisa diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Kain yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik ini dikenal dengan kain bercorak batik – biasanya dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak (print) – bukan kain batik.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Proses membuat kain batik tulis dibutuhkan waktu selama lima hingga tujuh hari. Namun juga tergantung dari proses pewarnaannya. Semakin banyak warna yang dipakai, tentu juga makin rumit pembuatannya dan lebih lama jadinya. Untuk Batik Anjuk Ladang sendiri dibuat menggunakan cap atau stempel untuk membatik. Karenanya prosesnya juga lebih mudah dan lebih cepat. Saat ini ada dua macam stempel sebagai cap khas Nganjuk. Dari motifnya bisa diketahui kalau di stempel tersebut ada gambar tugu Anjuk Ladang (jayastamba) sebagai ciri khasnya. Namun selain cap khas Nganjuk juga disediakan cap bermotif lainya yang sudah bersifat umum.
Dalam membuat kain batik Anjuk Ladang, proses pengerjaannya dikerjakan oleh kaum laki-laki. Mulai dari pengecapan di atas kain putih dengan stempel. Kemudian dicolet dengan warna tertentu sesuai selera atau pesanan. Kemudian dipopok. Artinya motif yang sudah dicolet diberi malam (lilin) agar warnanya tidak ikut pudar atau ikut terkena warna lain. Dalam proses pemopokan ini, pembatik menggunakan canting untuk memopok bagian dari kain dengan warna tertentu. Setelah dipopok, kain direbus agar malam jadi luntur dankain kelihatan warna aslinya. Setelah itu barulah kain direndam dan dibilas dengan air dingin. Lalu dijemur di luar atau diangin-angin. Tidak terlalu rumit namun perlu ekstra teliti dan hati-hati dalam pembuatannya. Karena kain batik yang sudah terkena cap tidak bisa diulang kembali.
Khusus untuk batik khas Nganjuk, Ibu Ita Taufiqurrahman mengkursuskan 11 orang pemuda ke Pekalongan. Di kota Batik ini, selama delapan hari mereka belajar membatik mulai dari proses awal hingga menjadi kain batik jadi. Agar diharapkan di Nganjuk mempunyai ciri serta pengembangan budaya yang baik. Dan hal yang membanggakan kain batik Anjuk Ladang kini telah dikenal di tingkat nasional setelah mengikuti acara fashion show di Surabaya dan Jakarta beberapa waktu lalu. Karenanya, sebagai warga Nganjuk, kita harus bangga dan ikut melestarikan batik Anjuk Ladang ini.
Apalagi pada tanggal 2 Oktober nanti, UNESCO mengukuhkan BATIK Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia (the world cultural heritage of humanity from Indonesia). Jika Anda merasa sebagai bangsa Indonesia, mari kita pakai baju batik pada tgl 2/10 (Let’s wear Batik on Oct 2nd).
Mari mengenakan batik sebagai wujud pelestarian budaya Indonesia.
sumber : https://batikkhasnganjuk.wordpress.com
0 Response to "Lets Read Ngajuk Batik history"
Post a Comment